Senin, 26 Desember 2016

Feature Sejarah

“Si Kota Laka-laka”

Photo by: infotegal
Kota Tegal sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.  Ya !! Tegal, lebih dikenal dengan Warung Tegalnya, orang lebih sering menyebutnya dengan Warteg. Sebenarnya banyak hal menarik lainnya tentang Tegal yang banyak orang belum tahu, bukan hanya sekedar Wartegnya saja. Kota Tegal berada di Provinsi Jawa Tengah diimana Tegal terkenal dengan julukan Negeri Jepang yang terselip di Jawa Tengah. Julukan itu muncul karena banyak industri mesin yang berkembang di Tegal. Kota Tegal merupakan penjelmaan dari sebuah desa yang bernama “TETEGAL”. Ratusan tahu silam, kota Tegal hanya desa atau pemukiman kecil berada di muara sungai Gung yang dihuni oleh nelayan dan petani. Desa tersebut berada di tengah hamparan ladang dan sawah yang luas. Kebanyakan lahan masih berupa tegal (=ladang) sebab belum ada irigasi atau pegairan. Penduduk masih tergantung pada air sungai dan air hujan. Kata Jawa tegal atau tegalan berarti ladang yang biasanya ditanami palawija (ubi, kacang, jagung, dan sejenisnya). Jadi, berbeda dengan sawah yang bisasanya ditanami padi. Itulah sebabnya desa kecil di tengah ladang dan di muara sungai itu disebut Tetegal, kemudian menjadi nama tetap Tegal. Pada tahun 1530, Daerah ini telah mengalami banyak kemajuan dan telah menjadi bagian dari wilayah kabupaten Pemalang yang mengakui kerajaan Pajang.
Photo by: infotegal

 Menurut Legenda, kota Tegal secara historis tidak lepas dari peran Ki Gede Sebayu dalam membangun peradaban kota Tegal, beliau berasal dari kerajaan Pajang. Ki Gede Sebayu adalah adalah seorang priyai muda pajang yang mengembara ke arah barat untuk bertemu dengan Ki Wanakusuma, dan sampailah ketepian sungai Gung. Mereka bertemu di Tetegal dan sejak itulah Ki Gede Sebayu menetapkan niatnya bermukim di daerah tersebut. Seiring berjalannya waktu Ki Gede Sebayu berhasil menata Tetegal atau Tegal sehingga makin ramai penduduknya, ada yang bertani, berdagang, dan nelayan. Tetegal yang semakin ramai penduduknya dipercayakan kepada Ki Gede Sebayu dengan pangkat Demang. Sekarang kira-kira setingkat dengan kepala Desa atau Lurah. Waktu itu, Tetegal termasuk wilayah Kadipaten Pemalang. Ki Gede Sebayu memerintah Tetegal dengan adil dan bijaksana. Dia memikirkan kepentingan penduduk dengan bersungguh-sungguh. Buktinya, dia membangun bendungan atau waduk di wilayah selatan yang bergunung-gunung. Maksudnya untuk mengairi ladang (tegal) dan sawah-sawah di sekitarnya. Usaha lain adalah membangun pelabuhan yang lebih baik. Ki Gede Sebayu meninggal setelah berhasil membangun Bendungan Danawarih. Setelah wafat, pemerintahan Tetegal dilanjutkan oleh anak lelakinya yang juga bernama Ki Gede Honggowono. Pada masa dialah mulai dibangun jaringan irigasi sehingga sawah ladang yang semula tandus menjadi subur dan berlimpah hasilnya. Perdagangan juga semakin ramai dan pelabuhan terus berkembang.
Pada masa itu, Kadipaten Tegal sudah terbilang maju dan dipandang penting sebagai pos kekuasaan Mataram. Karena itu, pada awal abad ke-17 ditetapkan menjadi kabupaten dengan wilayah menjangkau Brebes. Namun, pada tahun 1670 Brebes ditetapkan menjadi kadipaten tersendiri di bawah kekuasaan Raden Tumenggung Mertoloyo yang bergelar Pangeran Adipati Mertoloyo. Waktu itulah banyak pandai besi dari Mataram yang dikirim ke Tegal. Mereka ditugasi membuat senjata seperti keris, pedang, dan tombak untuk persiapan perang mengusir Belanda di Batavia. Keturunan mereka ternyata mewarisi keahlian mengolah besi. Terbukti sampai sekarang orang Tegal terkenal sebagai ahli mesin-mesin.
Photo by: infotegal

Kota Tegal juga memiliki falsafah lokal warisan nenek moyang yang ada di Tegal, yaitu Banteng Loreng Binoncengan. Falsafah ini menggambarkan watak orang Tegal yang gagah berani (divisualisasikan dalam bentuk hewan banteng) dan agak kasar (harimau loreng), akan tetapi pada hakikatnya Banteng Loreng Binoncengan dapat dituntun, ditunggangi, dan dikuasai oleh orang yang lemah lembut dan ramah-tamah serta tidak mempunyai maksud buruk. Seseorang tersebut biasanya dilambangkan oleh seororang anak laki-laki, yang mengerti betul perwatakan banteng. Dari kisah Banteng Loreng Binoncengan, tentu akan banyak makna dan pelajaran yang terkandung didalamnya. Salah satunya adalah soal kepemimpinan. Dari segi kepemimpinan, jika banteng diibaratkan adalah rakyat Tegal, maka yang bisa menuntun, menunggangi, dan menguasai banteng adalah seseorang yang bermental bocah angon.
Banyak peninggalan Belanda yang masih berdiri di Tegal, salah satunya di kecamatan Pangkah, terdapat Bagunan Pabrik Gula yang berdiri tahun 1832 dan sampai saat ini masih beroperasi serta rumah-rumah peninggalan Belanda yang sampai saat ini masih berdiri kokoh. Selain itu banyak tempat-tempat bersejarah lainnya yang ada di kota Tegal seperti seperti Makam Amangkurat I di Pesarean, Makam Ki Gede Sebayu di Danawarih, Makam Ki Ageng Hanggawana di Kalisoka, Makam Semedo di Kedung banteng, Monumen Perjuangan GBN di Slawi, atau Makam Ki Bahurekso di Gunung Tanjung (Bukit Sitanjung). Tegal juga kaya akan artefak artefak jaman prasejarah, seperti penemuan fosil di hutan Semedo Kedung Banteng dan bangunan candi di daerah Lebaksiu.
Bahasa Tegal atau Dialek Tegal, adalah bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi, ekspresi budaya dan kreatifitas seni, serta identitas sosial warga masyarakat yang berasal dan berdomisili di wilayah Kota Tegal dan sebagian Kabupaten Brebes. Dialek Tegal adalah bahasa “sesrawungan” atau bahasa pegaulan. Yang dimaksud tentu saja bahasa pergaulan antar  “wong Tegal” sebagai sesama penutur Dialek Tegal. Dialek Tegal sejak tahun 70an sudah mengiasi layar kaca televisi melalui penampilan para pelawak, meskipun pelawak itu sendiri sebenarnya bukan orang Tegal, mereka hanya memanfaatkan dialek Tegal untuk keperluan pekerjaan mereka. Salah satu contoh adalah Cici Tegal. Namun Kreatifitas dari Ki Enthus Susmono seorang dalang yang berasal dari Tegal, sekaligus Bupati Tegal, yang menggunakan dialek Tegal dalam setiap pementasan wayangnya, baik wayang kulit maupun wayang golek yang bertajuk wayang santri.  Ki Entus Susmono juga berhasil menggali gending-gending klasik Tegalan yang populer pada tahun 1930-an misalnya gending Ayun-ayun Badan, Blenderan Tegalan, Thowet-thowetan Pilus, Pangkur Comal. Dialek Tegal juga masih digunakan dalam gending/lagu yang mengiringi pertunjukan kesenian lokal khas Tegal misalnya Sintren, Lais, Tari Topeng Endhel, Kuntulan dan lain-lain.
Tari topeng Endel adalah tarian yang paling populer di Tegal, sebenarnya selain tari topeng endel masih ada lagi tarian topeng lainnya yang sampai saat ini masih di pertunjukan dalam acara-acara di kabupaten Tegal, seperti tari topeng panji, tari topeng kresna, tari topeng layapan alus, tari topeng patih/ponggawa, dan tari topeng kelana.
Kota Tegal sering disebut juga dengan Tegal Bahari, karena seperti yang sudah di ceritakan sebelumnnya, banyak penduduk Tegal adalah seorang Nelayan, selain terkenal sebagai Kota Bahari, Tegal juga terkenal dengan tugu Pocinya yang berdiri megah di dekat Masjid Agung Procot, Tegal terkenal dengan teh tubruk poci, yang cara menikmatinya dengan memasukan teh tubruk kedalam poci lalu disiram dengan air panas yang masih mendidih., dan di dalam gelas sudha disiapkan dengan gula batunya. Selain terkenal dengan teh pocinya, Tegal juga memiliki makanan khas, yang sebenarnya makanan khas Tegal bukan yang dijual di Warteg-wateg yang ada sat ini, seperti tahu pletok, tahu aci, souto tauco khas Tegal, yang terkenal adalah warung makan Sedap Malam yang berad di Talang, olos, ponggol setan, kupat blengong, rujak teplak, sate balibul, dan masih banyak lagi.
Tegal juga banyak memiliki rekor muri yang pernah diperoleh, seperti lomba kreasi mie telur terbanyak (2003), sebanyak 800 peserta, tahu tepanjang 425m (2005) dalam rangka menyambut hari jadi kota Tegal yang ke 425, poci terbesar (2007) Tinggi : 150 CM; Diameter: 150cm; Tebal : 2cm; Lebar keseluruhan: 210 cm; Volume 600 liter dan tinggi Cangkir: 50 cm. Martabak telor terbesar (2008), penciptaan jenis wayang terbanyak (2008) dan banyak rekor muri lainnya yang telah diraih oleh kota Tegal.
Sekarang kota Tegal telah berkembang menjadi pusat perdagangan, pertanian, industri, dan pelayaran. Pemerintahan Kota Tegal meliputi Kecamatan Tegal Timur, Kecamatan Tegal Barat, Kecamatan Tegal Selatan, dan Kecamatan Margadana. Hari jadi kota tegal tercatat 12 April 1580. Pada tahun 1986 Kantor Pemerintah Kabupaten Tegal dipindahkan ke Slawi  Tepatnya di dekat alun-alun Slawi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar