“Si
Kota Laka-laka”
Photo by: infotegal
Kota
Tegal sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ya !!
Tegal, lebih dikenal dengan Warung Tegalnya, orang lebih sering menyebutnya
dengan Warteg. Sebenarnya banyak hal menarik lainnya tentang Tegal yang banyak
orang belum tahu, bukan hanya sekedar Wartegnya saja. Kota Tegal berada di
Provinsi Jawa Tengah diimana Tegal terkenal dengan julukan Negeri Jepang yang
terselip di Jawa Tengah. Julukan itu muncul karena banyak industri mesin yang
berkembang di Tegal. Kota Tegal merupakan penjelmaan dari sebuah desa yang
bernama “TETEGAL”. Ratusan tahu silam, kota Tegal hanya desa atau pemukiman
kecil berada di muara sungai Gung yang dihuni oleh nelayan dan petani. Desa tersebut berada di tengah hamparan ladang dan
sawah yang luas. Kebanyakan lahan masih berupa tegal (=ladang)
sebab belum ada irigasi atau pegairan. Penduduk masih tergantung pada air
sungai dan air hujan. Kata Jawa tegal atau tegalan berarti
ladang yang biasanya ditanami palawija (ubi, kacang, jagung, dan sejenisnya).
Jadi, berbeda dengan sawah yang bisasanya ditanami padi. Itulah sebabnya desa
kecil di tengah ladang dan di muara sungai itu disebut Tetegal, kemudian
menjadi nama tetap Tegal. Pada
tahun 1530, Daerah ini telah mengalami banyak kemajuan dan telah menjadi bagian
dari wilayah kabupaten Pemalang yang mengakui kerajaan Pajang.
Photo by: infotegal
Menurut
Legenda, kota Tegal secara historis tidak lepas dari peran Ki Gede Sebayu dalam
membangun peradaban kota Tegal, beliau berasal dari kerajaan Pajang. Ki Gede
Sebayu adalah adalah seorang priyai muda pajang yang mengembara ke arah barat
untuk bertemu dengan Ki Wanakusuma, dan sampailah ketepian sungai Gung. Mereka bertemu di Tetegal dan sejak itulah Ki Gede
Sebayu menetapkan niatnya bermukim di daerah tersebut. Seiring berjalannya
waktu Ki Gede Sebayu berhasil menata Tetegal atau Tegal sehingga makin ramai
penduduknya, ada yang bertani, berdagang, dan nelayan. Tetegal yang semakin
ramai penduduknya dipercayakan kepada Ki Gede Sebayu dengan pangkat Demang.
Sekarang kira-kira setingkat dengan kepala Desa atau Lurah. Waktu itu, Tetegal
termasuk wilayah Kadipaten Pemalang. Ki Gede Sebayu memerintah Tetegal dengan
adil dan bijaksana. Dia memikirkan kepentingan penduduk dengan
bersungguh-sungguh. Buktinya, dia membangun bendungan atau waduk di wilayah
selatan yang bergunung-gunung. Maksudnya untuk mengairi ladang (tegal) dan
sawah-sawah di sekitarnya. Usaha lain adalah membangun pelabuhan yang lebih
baik. Ki Gede Sebayu meninggal setelah berhasil membangun Bendungan Danawarih. Setelah wafat, pemerintahan Tetegal dilanjutkan oleh
anak lelakinya yang juga bernama Ki Gede Honggowono. Pada masa dialah mulai
dibangun jaringan irigasi sehingga sawah ladang yang semula tandus menjadi
subur dan berlimpah hasilnya. Perdagangan juga semakin ramai dan pelabuhan
terus berkembang.
Pada masa itu,
Kadipaten Tegal sudah terbilang maju dan dipandang penting sebagai pos
kekuasaan Mataram. Karena itu, pada awal abad ke-17 ditetapkan menjadi
kabupaten dengan wilayah menjangkau Brebes. Namun, pada tahun 1670 Brebes
ditetapkan menjadi kadipaten tersendiri di bawah kekuasaan Raden Tumenggung
Mertoloyo yang bergelar Pangeran Adipati Mertoloyo. Waktu itulah banyak pandai
besi dari Mataram yang dikirim ke Tegal. Mereka ditugasi membuat senjata
seperti keris, pedang, dan tombak untuk persiapan perang mengusir Belanda di
Batavia. Keturunan mereka ternyata mewarisi keahlian mengolah besi. Terbukti
sampai sekarang orang Tegal terkenal sebagai ahli mesin-mesin.
Photo by: infotegal
Kota Tegal juga memiliki falsafah lokal
warisan nenek moyang yang ada di Tegal, yaitu Banteng Loreng Binoncengan. Falsafah ini menggambarkan watak orang Tegal yang
gagah berani (divisualisasikan dalam bentuk hewan banteng) dan agak kasar
(harimau loreng), akan tetapi pada hakikatnya Banteng Loreng Binoncengan dapat
dituntun, ditunggangi, dan dikuasai oleh orang yang lemah lembut dan
ramah-tamah serta tidak mempunyai maksud buruk. Seseorang tersebut biasanya
dilambangkan oleh seororang anak laki-laki, yang mengerti betul perwatakan
banteng. Dari kisah Banteng Loreng
Binoncengan, tentu akan banyak makna dan pelajaran yang terkandung
didalamnya. Salah satunya adalah soal kepemimpinan. Dari segi
kepemimpinan, jika banteng diibaratkan adalah rakyat Tegal, maka yang bisa
menuntun, menunggangi, dan menguasai banteng adalah seseorang yang bermental
bocah angon.
Banyak peninggalan Belanda yang masih berdiri di Tegal,
salah satunya di kecamatan Pangkah, terdapat Bagunan Pabrik Gula yang berdiri
tahun 1832 dan sampai saat ini masih beroperasi serta rumah-rumah peninggalan
Belanda yang sampai saat ini masih berdiri kokoh. Selain itu banyak
tempat-tempat bersejarah lainnya yang ada di kota Tegal seperti seperti Makam
Amangkurat I di Pesarean, Makam Ki Gede Sebayu di Danawarih, Makam
Ki Ageng Hanggawana di Kalisoka, Makam
Semedo di Kedung banteng, Monumen
Perjuangan GBN di Slawi, atau Makam Ki Bahurekso di Gunung Tanjung (Bukit Sitanjung). Tegal
juga kaya akan artefak artefak jaman prasejarah, seperti penemuan fosil di
hutan Semedo
Kedung Banteng dan bangunan candi di daerah Lebaksiu.
Bahasa Tegal atau Dialek Tegal, adalah bahasa yang
digunakan sebagai sarana komunikasi, ekspresi budaya dan kreatifitas seni,
serta identitas sosial warga masyarakat yang berasal dan berdomisili di wilayah
Kota Tegal dan sebagian Kabupaten Brebes. Dialek Tegal adalah bahasa
“sesrawungan” atau bahasa pegaulan. Yang dimaksud tentu saja bahasa pergaulan
antar “wong Tegal” sebagai sesama
penutur Dialek Tegal. Dialek Tegal sejak tahun 70an sudah mengiasi layar kaca
televisi melalui penampilan para pelawak, meskipun pelawak itu sendiri
sebenarnya bukan orang Tegal, mereka hanya memanfaatkan dialek Tegal untuk
keperluan pekerjaan mereka. Salah satu contoh adalah Cici Tegal. Namun
Kreatifitas dari Ki Enthus Susmono seorang dalang yang berasal dari Tegal,
sekaligus Bupati Tegal, yang menggunakan dialek Tegal dalam setiap pementasan
wayangnya, baik wayang kulit maupun wayang golek yang bertajuk wayang santri. Ki Entus Susmono juga berhasil menggali
gending-gending klasik Tegalan yang populer pada tahun 1930-an misalnya gending
Ayun-ayun Badan, Blenderan Tegalan, Thowet-thowetan Pilus, Pangkur Comal. Dialek
Tegal juga masih digunakan dalam gending/lagu yang mengiringi pertunjukan kesenian
lokal khas Tegal misalnya Sintren, Lais, Tari Topeng Endhel, Kuntulan dan
lain-lain.
Tari topeng Endel adalah tarian yang paling populer di
Tegal, sebenarnya selain tari topeng endel masih ada lagi tarian topeng lainnya
yang sampai saat ini masih di pertunjukan dalam acara-acara di kabupaten Tegal,
seperti tari topeng panji, tari topeng kresna, tari topeng layapan alus, tari
topeng patih/ponggawa, dan tari topeng kelana.
Kota Tegal sering disebut juga dengan Tegal Bahari,
karena seperti yang sudah di ceritakan sebelumnnya, banyak penduduk Tegal
adalah seorang Nelayan, selain terkenal sebagai Kota Bahari, Tegal juga
terkenal dengan tugu Pocinya yang berdiri megah di dekat Masjid Agung Procot,
Tegal terkenal dengan teh tubruk poci, yang cara menikmatinya dengan memasukan teh
tubruk kedalam poci lalu disiram dengan air panas yang masih mendidih., dan di
dalam gelas sudha disiapkan dengan gula batunya. Selain terkenal dengan teh
pocinya, Tegal juga memiliki makanan khas, yang sebenarnya makanan khas Tegal bukan
yang dijual di Warteg-wateg yang ada sat ini, seperti tahu pletok, tahu aci,
souto tauco khas Tegal, yang terkenal adalah warung makan Sedap Malam yang
berad di Talang, olos, ponggol setan, kupat blengong, rujak teplak, sate
balibul, dan masih banyak lagi.
Tegal juga banyak memiliki rekor muri yang pernah
diperoleh, seperti lomba kreasi mie telur terbanyak (2003), sebanyak 800
peserta, tahu tepanjang 425m (2005) dalam rangka menyambut hari jadi kota Tegal
yang ke 425, poci terbesar (2007) Tinggi : 150 CM; Diameter: 150cm; Tebal :
2cm; Lebar keseluruhan: 210 cm; Volume 600 liter dan tinggi Cangkir: 50 cm. Martabak
telor terbesar (2008), penciptaan jenis wayang terbanyak (2008) dan banyak
rekor muri lainnya yang telah diraih oleh kota Tegal.
Sekarang kota Tegal
telah berkembang menjadi pusat perdagangan, pertanian, industri, dan pelayaran.
Pemerintahan Kota Tegal meliputi Kecamatan Tegal Timur, Kecamatan Tegal Barat,
Kecamatan Tegal Selatan, dan Kecamatan Margadana. Hari jadi kota tegal
tercatat 12 April 1580. Pada tahun 1986 Kantor Pemerintah Kabupaten
Tegal dipindahkan ke Slawi Tepatnya di
dekat alun-alun Slawi.